SELASA
Pekan Biasa XXV
Bacaan I : Amsal 21:1-6,10-13
Bacaan Injil : Lukas 8:19-21
Bapa, Ibu, Saudara/i Pencinta Sang Sabda yang terkasih dalam Kristus, dalam tradisi dan keyakinan Yahudi, seseorang yang tampil dan berbicara di depan orang banyak tentang kerajaan Allah haruslah seorang yang datang dari latar belakang suku Lewi. Yesus yang pada masa itu dikenal sebagai anak dari seorang tukang kayu, yang tampil dan berbicara tentang kerajaan Allah di bait Allah, dipandang sebagai orang yang tidak mengenal tradisi. Tindakan-tindakan Yesus yang mengambil alih tugas para ahli torah dan imam-imam Farisi, tentu saja dapat membuat kekacauan dan kebencian terhadap diri-Nya. Maka dalam injil hari ini, diceritakan bahwa Ibu dan saudaraNya ada di luar bait Allah dan ingin bertemu dengan Yesus. Injil ini harus dimengerti sebagai bentuk dari kecemasan dan ketakutan Maria sebagai seorang ibu yang melahirkan Yesus. Tindakan Maria semata-mata, ingin menyelamatkan Yesus dari kebencian orang-orang Yahudi yang menganggap Yesus sebagai pengacau dalam bait Allah. Kalau kita ikuti kisah ini, dapat kita temukan ada pergeseran makna tentang ibu dan saudara-saudara Yesus. Ketika Yesus mendengar bahwa ibu dan saudara-Nya ada di luar dan ingin bertemu dengan-Nya, Yesus memakai situasi ini untuk menjelaskan bahwa ibu dan saudara-Ku adalah juga mereka yang mendengar firman Allah dan melakukannya.
Pencinta Sang Sabda yang terkasih, jika kita mau menilai jawaban Yesus ini dari sudut pandang seorang ibu, tentu kita akan merasa marah dan sakit hati akan jawaban Yesus itu. Tetapi kita mesti sadari bahwa kedatangan-Nya ke dunia adalah sebagai utusan Allah dan Ia adalah Anak Allah. Maka jawaban Yesus sesungguhnya ingin menguatkan para pengikut-Nya tentang arti persaudaraan yang bukan saja harus melalui ikatan darah tetapi juga dalam keyakinan dan kepercayaan kepada Allah.
Pencinta Sang Sabda yang terkasih, ikatan persaudaraan sejati selalu ditandai dengan pemberian diri yang utuh dan cinta tanpa syarat. Sikap terbuka dan kasih merupakan dasar bagi terbentuk tali persaudaraan kita. Akan tetapi, jika kita mau lihat ke dalam situasi kita sekarang, ada banyak hal yang sedikit berubah di sini. Sadar atau tidak, kita selalu memakai simbol persaudaraan tidak sebagaimana adanya. Kita dapat temukan dan sadari bahwa terkadang persaudaraan kita hanya bersifat ;asal bapa senang. Persaudaraan kita kini memuat banyak kepentingan di dalamnya. Kiranya Injil hari ini mengingatkan kita akan kesadaran baru tentang jalinan persaudaraan sejati yang dibangun dan bukan karena saling memanfaatkan demi kepentingan tertentu.
DOA
Ya Allah Tritunggal Mahakudus tuntunlah kami dalam merajut kasih persaudaraan di dunia ini, agar dengannya kami dapat menemukan Dikau sebagai sumber dan asal hidup kami. Amin