top of page

Malam Budaya Ledalero Hadirkan Keragaman Etnis dan Semangat Misi Menyongsong 150 Tahun SVD


Para Frater dan mahasiswi awam Etnis Ende menampilkan tarian tradisional pada Malam Budaya di Aula St. Thomas Aquinas, Ledalero.
Para Frater dan mahasiswi awam Etnis Ende menampilkan tarian tradisional pada Malam Budaya di Aula St. Thomas Aquinas, Ledalero.

Rangkaian Malam Budaya di Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero yang digelar pada Jumat–Sabtu, 5–6 September 2025, menjadi bagian istimewa dari perayaan menyongsong 150 tahun Serikat Sabda Allah. Selama dua malam berturut-turut, halaman depan Auditorium St. Thomas Aquinas berubah menjadi ruang perjumpaan penuh warna, di mana tradisi lokal, musik, dan pementasan seni melebur dalam suasana gembira.


Tarian dari etnis Lamaholot, Ende, Timor, dan Manggarai hadir secara bergantian di dua malam tersebut. Setiap penampilan menampilkan nuansa khas daerah masing-masing, dengan gerak dan irama yang memikat penonton. Riuh tepuk tangan terus mengalir, memperlihatkan bagaimana budaya mampu menyatukan semangat kebersamaan. Penampilan khusus menutup rangkaian pada malam kedua (Sabtu, 6 September), yakni teater Vademecum: Ikutilah Aku dari Aletheia Ledalero yang menghadirkan refleksi mendalam tentang panggilan.

Baca juga:


Bagi Pater Pice Dori, SVD, acara ini menghadirkan dimensi kontemplatif. “Pameran misi membuka jendela refleksi terhadap perjalanan 150 tahun SVD,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa rangkaian kegiatan bukan sekadar perayaan lahiriah, tetapi juga ruang batin untuk merefleksikan arah misi ke depan.


Tak hanya panggung, suasana di dalam aula juga tak kalah meriah. Stand-stand, kantin-kantin, hingga kehadiran Gramedia Maumere membuat halaman aula Ledalero penuh sesak. Di dalam aula, orang-orang antusias menyimak hasil karya misi, foto perjalanan para misionaris, serta dekorasi kreatif dari mahasiswa Prodi DKV IFTK Ledalero.


Di tengah antusiasme itu, Pater Pice kembali menekankan makna kebersamaan dalam doa. “Paduan suara menyatukan hati dalam doa dan harmoni,” katanya. Menurutnya, harmoni suara menjadi cermin persatuan yang tak hanya terdengar indah, tetapi juga memperkuat iman dan semangat misioner.


Pengalaman berbeda dirasakan Frater Yonsi Yopador, SVD, yang hadir sebagai penonton. “Sebagai frater yang sedang belajar, saya merasa malam ini membuka mata saya. Budaya bisa menjadi jalan pewartaan. Bahkan dengan menonton saja, saya merasa dikuatkan bahwa misi bisa dijalankan lewat seni dan tradisi,” ungkapnya.


Semangat serupa dirasakan oleh Anggi, seorang anak muda dari Maumere, yang ikut menonton. “Saya bangga bisa melihat anak-anak muda menampilkan budaya dengan penuh semangat. Rasanya malam ini bukan hanya hiburan, tapi juga membuat kami merasa semakin menyadari pentingnya menjaga warisan budaya di daerah kami masing-masing,” tuturnya.


Di mata Pater Pice, keberagaman itu adalah kekuatan. “Presentasi budaya menjadikan tradisi lokal sebagai medium terang dan dialog iman,” ucapnya. Tradisi, katanya, bukan sekadar peninggalan nenek moyang, tetapi pintu untuk membangun relasi lintas budaya dan iman.


Menutup refleksinya, Pater Pice memberi pesan mendalam: “Mari terus mewariskan dan meneruskan nyala api misi; menjadikan budaya sebagai bentuk pewartaan; mempertahankan persekutuan dalam doa dan nyanyian sebagai sarana penggerak iman,” katanya.


Ia menambahkan bahwa semangat 150 tahun SVD harus melampaui perayaan sesaat. “Dengan demikian semangat 150 tahun SVD tidak hanya menjadi kenangan, tetapi inspirasi hidup bagi kita semua untuk terus hadir dan menjadi terang dalam dunia yang membutuhkan.”*


*Fr. Febry Suryanto, SVD

 
 
 

VISITOR 

Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero

average rating is 3 out of 5, based on 150 votes, Penilaian produk
bottom of page