Lewoingu - Flores Timur (17/11/2024) Debu dan abu masih menyelimuti wilayah-wilayah yang terdampak letusan Gunung Lewotobi Laki-laki. Aroma belerang menusuk hidung sejak rombongan Fratres SVD Ledalero dan JPIC SVD Ende memasuki wilayah Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, 60 KM dari pusat Kota Maumere. Sepanjang perjalanan tampak barisan pepohonan rindang diselimuti abu vulkanik. Tak sebatas itu, badan jalan juga tertutup kerikil dan pasir.
Baca Juga:
Memasuki wilayah Boru, aroma belerang terasa semakin menyengat dan abu yang menutupi aspal semakin tebal. Wilayah ini seketika menjelma kota mati. Tak ada aktivitas seperti biasanya. Tampak perumahan warga hancur, pasir dan kerikil menutupi atap rumah. Ada beberapa atap rumah yang jebol karena tertimpa muntahan batu dari mulut gunung beberapa waktu lalu. Tak ada warga di sekitar area pemukiman. Semua telah mengungsi.
Memasuki wilayah Hokeng, tampak Gunung Lewotobi Laki-laki berdiri kokoh dengan asap yang tak henti-hentinya keluar. " Ini relatif berkurang. Beberapa hari yang lalu, warga sekitar tak bisa tidur karena melihat api yang keluar dari gunung ini," celetuk Fr. Polce.
Mobil yang kami tumpangi menuju ke Posko Lewoingu melaju begitu kencang. Sesampainya di sana, para pengungsi sudah menunggu. Mereka mengenakan pakaian seadanya. Mereka tampak begitu antusias merayakan Ekaristi bersama para Frater Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero dan JPIC SVD Ende.
Perayaan Ekaristi yang dipimpin oleh P. Ve Nahak ini berjalan khidmat. Tampak mata para lansia dan ibu-ibu berkaca-kaca ketika mendengar paduan suara dari Ledalero Choir. Beberapa di antaranya meneteskan air mata, karena tak kuasa menahan perih akibat kengerian bencana. Mereka juga merasa terharu sebab ini pengalaman yang tak bisa mereka lupakan; merayakan ekaristi di bawah tenda pengungsian.
Dalam khotbahnya Pater Nard meminta dua orang remaja putri, korban letusan Gunung Lewotobi Laki-laki membawakan sebuah puisi yang menggambarkan kesedihan mereka. …“bulan tak bersinar//matahari jadi gelap..,” demikian penggalan puisi yang mewakili kesedihan mereka.
Lebih lanjut, imam asal Eputobi tersebut memberikan penguatan dan harapan baru bagi para pengungsi. "Dalam kehancuran, Allah mengirim Malaikat Mikhael untuk menolong umat-Nya. Dalam situasi pedih ini, Allah mengutus banyak orang untuk menolong kita yang sedang berduka. Lewotobi dan kita sedang tidak baik-baik saja. Namun, Allah akan menjadikannya baik,” ungkapnya.
Setelah perayaan Ekaristi, kegiatan dilanjutkan dengan trauma healing. Kegiatan ini dikhususkan bagi para korban. Para Frater yang ditugaskan terlihat begitu antusias mendengar secara langsung suka dan duka mereka selama situasi gunung meletus. Dengan mendengarkan cerita dan ungkapan isi hati mereka, ternyata dapat membantu melegakan duka mereka dalam menghadapi situasi ini. Mama Monika Ema dengan sedih menceritakan bagaimana ngerinya situasi pada malam terjadinya letusan.
Baca Juga:
“Saya tidak tahu harus buat apa. Letusan terjadi tepat pukul 00.00 WITA dan pada saat itu kami sekeluarga sedang tertidur pulas. Listrik padam, jaringan hilang, debu dan kerikil berjatuhan seperti hujan, saya berlari menyelamatkan diri bersama anak-anak dan suami. Kami berlari dalam gelap bermodalkan senter hp, berjuang menyelamatkan diri sampai akhirnya kendaraan Basarnas tiba dan menjemput kami,” turur Mama Monika penuh lirih.
Aksi kemanusiaan dari JPIC SVD Ende dan Komunitas Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero ini mendapat kesan baik dari para pengungsi. Kehadiran para Frater membawa misi kemanusiaan dan menumbuhkan harapan baru di tengah penderitaan yang dialami. Para pengungsi merasa sangat diperhatikan bukan hanya kebutuhan jasmani tapi juga rohani.
“Terima kasih banyak Frater karena sudah datang jauh-jauh untuk hibur kami. Kedatangan kalian semua menguatkan kami dalam situasi duka ini. Kami bersyukur karena begitu banyak yang perhatikan kami. Jangan lupa datang lagi karena kami di sini sampai tanggal 31 Desember 2024. Kami akan merayakan Natal di sini, di Posko Lewoingu. Mari datang dan rayakan Natal bersama kami jika sempat,” pesan Mama Lusia Suli Ipir, penuh harap.
Perjalan dari Ledalero ke tenda pengungsian ini membekaskan banyak hal. Satu hal yang pasti, kenangan manis tentang tempat dan peristiwa ini selalu segar dalam ingatan kami. Semoga lekas pulih, lekas membaik.
(Fr. Tian Pesa,SVD)
Comments