Teater Aletheia Ledalero Meriahkan Hari Pembukaan Festival Jelajah Maumere ke-3 dengan Musikalisasi Puisi Dwibahasa
- seminaritinggileda
- Sep 18
- 2 min read

Pemerintah Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) kembali menyelenggarakan Festival Jelajah Maumere (FJM) 2025. Festival tahunan ini berlangsung selama empat hari, mulai Rabu (17/9/2025) hingga Sabtu (20/9/2025), berpusat di Lapangan Kota Baru, Kecamatan Alok, Maumere. Tahun ini, FJM mengusung tema “Wini Ronan(g)–Lumbung Benih”, yang menekankan akar kebudayaan masyarakat yang lahir dari tradisi bertani dan berladang.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sikka, Even Edomeko, menjelaskan bahwa tema tersebut dipilih untuk menyoroti peran penting tradisi pertanian dalam membentuk budaya lokal sekaligus mengingatkan akan isu ketersediaan pangan.
Baca juga:
“Banyak benih dan bibit lokal yang kini mulai hilang. Dari sisi budaya, hal ini membuat sebagian kosa kata kearifan lokal kehilangan referensi,” jelasnya. FJM 2025 menargetkan sekitar 5.000 peserta yang melibatkan komunitas seni, pegiat budaya, desa wisata, UMKM, sekolah, perguruan tinggi, hingga instansi pemerintah.
Dalam suasana semarak pembukaan pada Rabu (17/9), Teater Aletheia Ledalero tampil memukau dengan musikalisasi puisi dwibahasa berjudul “Puisi Seorang Pendoa” karya Yohan Mataubana. Karya ini dibawakan dalam bahasa Maumere dan Ende Lio dengan iringan gitar serta perkusi sederhana yang menghadirkan nuansa khas dan menyentuh.
Kelompok yang berasal dari Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero ini menurunkan lima personel utama, yakni Mario Namang, Rian Liarian, Jonter Botoor, Mario Payong, dan Chiko Bataona. Mereka didampingi oleh Martin Wukak serta sang penulis puisi sendiri, Yohan Mataubana. Penampilan mereka tidak hanya menyajikan harmoni musik dan bahasa, tetapi juga menyampaikan refleksi tentang doa, alam, dan budaya lokal.
Baca juga:
Martin Wukak, pendamping kelompok, menyampaikan rasa syukur atas kesempatan tersebut. “Kami berterima kasih kepada Dinas Pariwisata Kabupaten Sikka atas undangan ini. Syukur kepada Tuhan karena kami bisa tampil maksimal. Harapannya, puisi ini menjadi pengingat bagi kita semua untuk lebih mencintai alam yang sudah Tuhan anugerahkan,” ungkapnya.
Salah satu anggota Teater Aletheia, Chiko Bataona, turut mengungkapkan rasa bangganya. “Ini pertama kali saya tampil di panggung festival. Saya ingin memberi sesuatu yang bisa dibawa pulang oleh banyak orang,” ujarnya penuh semangat.
Apresiasi juga datang dari panitia festival. Irma Openg menilai, kehadiran Teater Aletheia memberi sentuhan istimewa di hari pembukaan. “Mereka menghadirkan perpaduan seni, budaya, dan bahasa lokal dengan sangat indah. Sebagai calon imam, mereka menunjukkan bagaimana beradaptasi sekaligus menginspirasi masyarakat,” katanya.
Selain menjadi ruang berkesenian, FJM 2025 juga menghadirkan aksi solidaritas berupa penggalangan dana untuk korban bencana di Mauponggo, Kabupaten Nagekeo. Kehadiran Teater Aletheia di panggung pembukaan tidak hanya memperkaya ragam budaya festival, tetapi juga menyuarakan pesan pelestarian alam dan kepedulian terhadap sesama melalui seni yang sarat makna.*
*Fr. Yohan Matabuana dan Fr. Febry Suryanto




Proficiat untuk Aletheia Ledalero