Ledalero – Pada Rabu (27/03/2024), Kelompok Teater Aletheia Ledalero mementaskan teater berjudul “Korban Terakhir” di Pelataran Kapela Agung Ledalero. Selain dihadiri oleh para Frater, Bruder, Suster, dan Pastor dari Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, pementasan teater itu dihadiri juga oleh banyak mahasiswa/i Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero, masyarakat sekitar Ledalero, umat Allah dari Wairpelit, Maumere, Koting, Nita, Lela, dan Detung.
Baca juga: https://www.seminariledalero.org/post/memilah-sampah-cara-unit-gabriel-untuk-mengambil-bagian-dalam-karya-misi-allah
Bahkan aktor dan aktris teater juga tidak hanya diisi oleh para Frater dan Bruder Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, tetapi diisi juga oleh para mahasiswi IFTK Ledalero dari Program Studi (Prodi) Pendidikan Keagamaan Katolik (PKK), seperti Helda Petronela Plahi (mahasiswi PKK Semester IV), Elfrida Saputri Regha (mahasiswi PKK Semester II), dan Agnesia Evita Waeng (mahasiswi PKK Semester II).
Naskah teater itu ditulis oleh Fr. Miki Ofong, SVD (mahasiswa IFTK Ledalero Prodi Filsafat Semester VI) dan disutradarai oleh Fr. Antoni Kaka, SVD (mahasiswa Pascasarjana IFTK Ledalero Semester II), Fr. Janssen Raring, SVD (mahasiswa IFTK Ledalero Prodi Filsafat Semester VI), serta Fr. Martin Wukak, SVD (mahasiswa IFTK Ledalero Prodi Filsafat Semester II).
Saat teater usai, para penonton memberikan tepuk tangan yang meriah untuk penulis naskah, para sutradara, para pelakon, tim backsound, tim dokumentasi, tim editing, dan tim lighting. Salah satu penonton yang bernama Katharina Kena Ujan atau yang biasa dipanggil Keti, mahasiswi IFTK Ledalero Prodi PKK Semester IV, merasa teater berjudul “Korban Terakhir” itu sangat berpengaruh untuk hidupnya.
Baca juga: https://www.seminariledalero.org/post/buang-sampah-di-tpa-nangarasong-upaya-menjadi-terang-di-tengah-dunia-yang-terluka
“Pertama, saya juga merupakan aktor atau aktris yang biasa main teater di sini. Saya pernah terlibat dalam beberapa pementasan teater yang dibuat di Ledalero. Oleh karena itu, saya sangat memaknai alur cerita dari teater tadi. Kedua, secara pribadi, saya sangat terkesan dengan adegan gantung diri yang dilakukan oleh pelakon yang berperan sebagai “Bapak Keluarga”. Menurut saya, adegan itu bagus sekali karena benar-benar diangkat dari realitas hidup kita. Kita lihat di lingkungan sekitar kita, apalagi di Maumere, banyak terjadi kasus gantung diri. Maka, dari adegan tadi, kita bisa berefleksi bahwa memang hidup kita selalu dipenuhi oleh banyak masalah, tapi kita juga punya banyak solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah itu, tidak harus dengan bunuh diri,” kata Keti.
Selain itu, lanjut Keti, adegan memikul salib juga sangat bagus dan masuk ke dalam hati saya. Menurut Keti, adegan itu sangat memberikan kesan yang luar biasa untuknya. Dengan melihat adegan itu, ujar Keti, saya bisa melihat kisah sengsara Yesus dan hal itu merupakan refleksi pribadi yang baik untuk saya selama Pekan Suci tahun 2024 ini.
"Untuk teman-teman Aletheia, saya berpesan agar tetap semangat, kembangkan mental, menjadi lebih baik lagi ke depannya, dan tidak boleh puas dengan hasil sekarang. Semoga teman-teman Aletheia lebih fokus lagi untuk menggali informasi-informasi terbaru yang dapat membantu banyak orang di luar untuk bisa merefleksikan banyak hal saat Pekan Suci dan Masa Paskah nanti lewat karya-karya seperti ini,” ungkap Keti.
Baca juga: https://www.seminariledalero.org/post/minggu-palma-momentum-untuk-mengagumi-dan-menakjubi-hidup-yesus
Sementara itu, Pater Goris Sabon, SVD., Prefek Unit Fransiskus Xaverius yang turut menonton teater berjudul “Korban Terakhir”, menyampaikan beberapa hal. Pertama, menurut Pater Goris, karya seni seperti teater prinsipnya memberi inspirasi kepada semua orang yang menonton, baik langsung maupun tidak langsung. Ada ‘sesuatu’ yang datang dari teater, sehingga teater tidak pernah kosong atau tidak pernah memberikan “kekosongan” kepada para penonton.
“Setelah menonton teater ini, kita sudah mendapatkan ‘sesuatu’, baik untuk kita yang hadir langsung pada malam ini maupun untuk mereka yang ikut dengan media yang lain,” kata Pater Goris, dosen mata kuliah Kateketik di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.
Kedua, menurut Pater Goris, dalam konteks Pekan Suci, teater berjudul “Korban Terakhir” itu sangat membantu para penonton untuk memaknai kisah sengasara dan penderitaan Yesus dalam Kitab Suci dan yang diteruskan dalam tradisi Gereja.
Baca juga: https://www.seminariledalero.org/post/menyongsong-pekan-suci-2024-komunitas-ledalero-integrasikan-ibadat-tobat-jalan-salib-dan-pengakua
“Hal yang paling penting ialah kesengsaraan dan penderitaan akibat dosa manusia itu hadir secara dramatis pada masa kini yang sering kali tidak disadari. Ada sejumlah penderitaan dalam keluarga, dalam hidup berumah tangga, dan dalam ziarah panggilan kita yang tidak bisa dideteksi secara langsung, tetapi dapat ditunjukkan dan dilihat dalam teater seperti malam ini. Sebagai suatu proses menuju Paskah dan menuju kesuksesan, hal lumrah jika selalu didahului dengan tantangan, penderitaan, dan kesulitan,” ungkap Pater Goris, alumnus Pontificia Studiorum Universitas Salesiana, Roma.
Ketiga, menurut Pater Goris, karya para Frater yang terwujud dalam teater berjudul “Korban Terakhir” itu tentu tidak 100% sempurna. Namun bagi saya, lanjut Pater Goris, teater ini merupakan suatu proses dan latihan menuju kesempurnaan itu.
Baca juga: https://www.seminariledalero.org/post/rayakan-minggu-prapaskah-v-pater-andi-saup-svd-ajak-umat-yang-hadir-untuk-rindu-kepada-kristus
“Oleh karena itu, untuk Kelompok Teater Aletheia, pertama-tama, saya patut memberikan apresiasi yang mendalam karena teater yang barangkali kita hanya lihat selama beberapa menit pada malam ini telah diproses dan dilatih selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan berminggu-minggu. Di samping itu, saya juga patut memberikan apresiasi kepada penulis naskah teater ini. Dia sangat luar biasa karena dia mengambil kisah nyata dan dipadukan dengan kisah Kitab Suci. Tak kalah penting juga, saya patut memberikan apresiasi kepada para aktor dan aktris yang tampil dengan penjiwaan yang luar biasa. Mereka sangat menjiwai peran, sehingga mereka tampil seperti mereka mengalami sendiri segala sesuatu yang ditulis dalam naskah. Yang terakhir, saya juga berterima kasih kepada tim lighting. Sebab, peran tim lighting sangat penting dalam membantu kita sekalian untuk memberi pemaknaan pada setiap kisah dari teater ini,” tutur Pater Goris, mantan Pastor Paroki St. Yosef Pekerja Wairpelit.
Catatan dari saya, tambah Pater Goris, mungkin lebih baik jika publikasi tentang kegiatan teater seperti ini dibuat lebih melebar, meluas, dan lebih menukik, sehingga para penonton yang hadir lebih banyak, bukan hanya untuk datang menonton, melainkan untuk ikut merenungkan Pekan Suci sebagai bagian dari tradisi Kristen yang kuat.
The last but not least, Fr. Miki Ofong, SVD., penulis naskah teater itu, mengatakan, teater berjudul “korban terakhir” diangkat berdasarkan refleksi pada kisah kejatuhan manusia dalam dosa mulai dari Adam dan Hawa sampai pada korban terakhir. Teater itu, lanjut Fr. Miki, dibuat untuk mengantar penonton pada refleksi tentang orang-orang yang masuk dalam sejarah sejak masa kejatuhan itu sendiri sampai pada korban terakhir di salib.
Baca juga: https://www.seminariledalero.org/post/mengkritisi-situasi-demokrasi-indonesia-unit-gabriel-dan-kmk-ledalero-selenggarakan-diskusi-bertaju
“Untuk teman-teman Aletheia, saya berpesan agar teman-teman aktor bisa membawa diri dan bisa berperan sebagai aktor apa saja, walaupun dalam satu kali pementasan. Semoga teman-teman Aletheia bisa terbiasa untuk mengambil beberapa aktor sekaligus dalam suatu pementasan,” pungkas Fr. Miki.
Penulis: Ricky Mantero, SVD
Comments