Ledalero – Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero menggelar misa tahbisan Diakon bagi 48 Frater Serikat Sabda Allah/Societas Verbi Divini (SVD) pada Minggu (2/6/2024) di Aula St. Thomas Aquinas Ledalero. Para Diakon baru tersebut telah menyelesaikan pendidikan filsafat dan teologi di Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.
Sesuai informasi yang disampaikan oleh Uskup Pentahbis, Mgr. Ewaldus Martinus Sedu, Pr., pada tahun ini, IFTK Ledalero menamatkan lebih dari seratus calon Diakon yang berasal dari beberapa kongregasi dan seminari tinggi. Selain 48 Frater SVD, Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret dan Ordo Karmel masing-masing akan menahbiskan 23 dan 11 Frater menjadi Diakon pada pertengahan tahun ini. Sementara itu, 12 kongregasi atau seminari tinggi lainnya di Keuskupan Maumere belum melaporkan data final.
“Saya sangat bahagia menyaksikan antusiasme para Diakon yang hadir dari generasi milenial yang kelak akan berjumpa dengan tantangan zaman dengan segala kemajuannya. Kita memang sedang berjalan dalam bingkai sejarah dengan begitu banyak dinamikanya, juga tentang pergeseran tata nilai moralitas abad ini,” ungkap Uskup Ewaldus.
Perayaan misa tahbisan itu diikuti oleh keluarga para Diakon, tamu undangan, dan para Frater dari beberapa seminari tinggi di sekitar Maumere. Di atas panti imam, ada puluhan imam konselebran yang mendampingi Uskup Pentahbis. Perayaan yang berlangsung selama tiga jam itu dimeriahkan dengan lagu-lagu misa yang dibawakan oleh Ledalero Choir, kelompok paduan suara Seminari Tinggi Ledalero. Perayaan misa itu juga ditayangkan secara daring melalui kanal YouTube Sumur Yakub. Dalam pantauan layar live streaming, ratusan penonton yang hadir dari berbagai daerah mengucapkan selamat dan apresiasi bagi para Diakon baru.
Dalam khotbahnya, Uskup Keuskupan Maumere yang menjabat sejak 2018 itu menekankan arti penting identitas seorang Diakon dalam Gereja Katolik. Di tengah dunia yang semakin dinamis dan kompleks, lanjut Uskup Ewaldus, seorang Diakon terpanggil untuk melanjutkan pesan Yesus kepada masyarakat manusia: Di manakah ruangan yang disiapkan bagi Yesus untuk perjamuan Ekaristi?
“Ekaristi menjadi kurban kasih Allah yang secara simbolis terjadi ketika Allah mengubah roti dan anggur menjadi tubuh dan darah Kristus. Di dalammnya, Yesus mempersembahkan tubuh dan darah-Nya bagi pengudusan umat beriman dan Gereja dengan memampukannya untuk bertobat dari waktu ke waktu,” kata Uskup Ewaldus.
Perayaan tahbisan Diakon SVD tahun ini juga bertepatan dengan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, salah satu perayaan penting dalam Gereja Katolik. Menurut pengganti Uskup Emeritus Gerulfus Kherubim Pareira, SVD itu, perayaan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus menguatkan umat beriman untuk menghayati kehidupan doa dan korban Ekaristi sebagai kenangan yang hidup, menyelamatkan, dan membebaskan berkat cinta dan kerahiman Tuhan Yesus. Oleh karena itu, sambung Uskup Ewaldus, perayaan yang sangat penting ini perlu dirayakan dengan hati yang penuh syukur.
“Dalam konteks syukur itulah, perayaan Diakon menjadi penting. Tahbisan Diakon merupakan suatu rahmat yang memampukan dan meneguhkan seorang calon imam untuk bergerak bersama kasih Allah agar rahmat Allah yang menyelamatkan itu hidup dalam hati umat beriman. Namun, agar benar-benar hadir secara nyata, para Diakon tidak boleh terikat pada pengalaman masa lalu. Yang harus mereka sadari dan lakukan ialah bergerak maju dan bertumbuh dalam daya rahmat Ekaristi sebagai tindakan Kristus, Sang Penyelamat Abadi,” tutur mantan Praeses Seminari Tinggi Interdiosesan St. Petrus Ritapiret itu.
Untuk dapat mengemban tugas sebagai seorang Diakon yang bergerak maju di tengah zaman yang berubah, Uskup Ewaldus mengangkat kisah tentang keberanian Musa dalam Kitab Keluaran 24:3 - 8. Dengan gagah berani, Musa mengajak bangsa Israel agar setia pada Yahwe. Ia menyadari bahwa perjalanan menuju tanah terjanji tidaklah mudah. Penyebab utamanya ialah hati manusia mudah berubah dan sering kali melawan perintah Tuhan. Ada juga umat Israel yang hatinya ingin kembali ke masa lalu di Mesir yang dirasa lebih baik meskipun berada di bawah perbudakan Firaun.
“Dalam sikap iman bangsa Israel, ada ketengangan antara hidup yang terjajah dan hidup baru yang terus berjalan mencari suaka abadi dalam kasih Tuhan. Namun, darah yang dipercikkan di atas mesbah adalah tanda cinta yang meneguhkan untuk terus berharap pada suaka abadi dalam Tuhan dan keluar dari perbudakan,” ujar Uskup Ewaldus.
Menurut Uskup Ewaldus, 48 Diakon SVD juga mengambil peran dan tanggung jawab yang sama, yaitu menjadi saksi kasih Allah yang utuh dan menyelamatkan, serta menjadi saksi yang setia sambil mempersiapkan altar kurban (Ekaristi) secara sungguh-sungguh.
“Misteri ini menguatkan ziarah panggilan hidup saudara yang ditahbiskan menjadi Diakon untuk menjadi Pelayan Kasih Allah. Panggilan hidup sebagai murid-murid Yesus adalah panggilan yang luhur dan mulia. Tahbisan Diakon ini juga merupakan tanda betapa Allah sangat mengasihi dan mencintai kita sebagaimana Ia menyertai perjalanan panjang bangsa Israel menuju tanah terjanji. Seorang Diakon terpanggil untuk menjadi pelayan yang setia dan rendah hati melayani altar suci dan terlibat dalam pelayanan nyata di tengah umat dengan meneguhkan iman umat,” jelas Uskup Ewaldus.
Dalam tradisi Gereja Katolik, lanjut Uskup Ewaldus, peran seorang Diakon dimulai sejak jemaat perdana. Seorang Diakon dengan setia mengabdikan diri bagi perkembangan Gereja dalam semangat pelayanan penuh cinta terhadap para janda dan orang sakit. Mereka juga melayani altar kurban dengan sepenuh hati. Oleh karena itu, tahbisan Diakon yang diterima oleh 48 Frater SVD merupakan tanda rahmat dan cinta Ilahi karena Tuhan memerlukan para Diakon untuk mewartakan kabar sukacita tersebut kepada umat-Nya.
Dalam kesempatan yang sama, Uskup Ewaldus juga menguraikan tiga pesan utama untuk dihayati seorang Diakon. Pertama, keyakinan akan kuasa Tubuh dan Darah Kristus.
“Kita adalah penyalur rahmat Allah. Dalam doa dan tindakan kebaikan setiap hari, kita mau menyatakan betapa cinta Allah selalu meneguhkan dan menyelamatkan, dan betapa hidup kita harus menjadi cahaya yang memberikan sukacita bagi generasi kehidupan dunia saat ini yang sangat rentan putus asa dan kehilangan harapan. Agar dapat menjadi penyalur rahmat, kita juga mengajak para Diakon untuk menghayati keheningan dan membiarkan rahmat Allah masuk ke dalam diri melalui Ekaristi yang dirayakan setiap hari,” kata Uskup kelahiran Bajawa, 30 Juli 1963 itu.
Kedua, altar suci sebagai perjumpaan yang membahagiakan dan menguatkan.
“Kasih Tuhan tidak pernah usai karena Ia selalu hadir dalam kehidupan umat beriman. Melalui Ekaristi, perjumpaan yang menggembirakan itu menjadi nyata dan relasi manusia beriman dengan Tuhannya diperteguh. Paus Fransiskus mengajak kita untuk mencintai Ekaristi dan dalam perjumpaan itu kita akan selalu mendengarkan seruan kasih Allah. Betapa bahagianya mendapatkan sapaan kasih itu setiap hari dan kita syukuri betapa Tuhan memakai kerapuhan dan kemampuan kita untuk mewartakan kabar sukacita ini,” ungkap Uskup Ewaldus.
Ketiga, hidup dalam persatuan yang kokoh dalam doa yang berpuncak pada perayaan misa kudus. Menurut Uskup Ewaldus, Ekaristi memampukan umat beriman, secara khusus para Diakon, untuk mendapatkan kesesuaian antara hati mereka sendiri dengan hati Tuhan sekaligus mendorong semangat pembaruan diri.
“Seorang Diakon terpanggil untuk melakukan pembaruan hidup dalam Kristus dan berziarah menemukan kehendak Allah dalam setiap kurban Ekaristi yang dirayakan. Maka, masuklah kalian ke dalam misteri kasih Allah yang memanggilmu untuk melayani altar,” pesannya.
Mengakhiri khotbahnya, Uskup Ewaldus mengucapkan selamat dan apresiasi kepada 48 Diakon SVD.
“Akhirnya selamat berbakti dan melayani sebagai seorang Diakon yang setia dan rendah hati. Semoga Tuhan memberkati ziarah panggilan sucimu. Jadilah Diakon yang sederhana mulai dari hati dan tindakan kita. Sebab, gaya hidup modern sering kali membuat kita malu untuk hidup sederhana dan kita terbawa pola hidup generasi baru yang mengejar prestasi dan prestise untuk mengharumkan nama diri,” pesan Uskup Ewaldus.
Selain itu, di akhir misa, Uskup Ewaldus mengajak umat untuk bersyukur kepada Tuhan dan berterima kasih kepada keluarga-keluarga para Diakon yang telah dengan penuh kasih mempersembahkan anak-anak mereka bagi karya panggilan religius-misioner.
Dalam perayaan agung tersebut, Provinsial SVD Ende berhalangan hadir. Karena itu, pada sesi sambutan, ia diwakili oleh Pater Frans Ceunfin, SVD., Wakil Provinsial Provinsi SVD Ende. Dalam sambutannya, dosen filsafat di IFTK Ledalero itu mengajak umat dan segenap anggota Provinsi SVD Ende bersyukur atas rahmat tahbisan 48 Diakon SVD.
“Hari ini sungguh sangat istimewa bagi SVD, khususnya bagi Provinsi SVD Ende karena rahmat Tuhan yang diperlihatkan dalam tahbisan para Diakon hari ini luar biasa. Betapa tidak, di tengah situasi di zona-zona SVD lain yang merasakan sulitnya mendapatkan panggilan baru menjadi imam biarawan dan misionaris, kita di Nusa Tenggara, puji Tuhan, tidak merasakan kesulitan ini. Yang terlihat adalah sebaliknya. Kita dianugerahi panggilan yang berlimpah. Buktinya adalah peristiwa hari ini: 48 Frater SVD ditahbiskan menjadi Diakon,” ungkapnya.
Mantan Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero itu juga menyampaikan terima kasih kepada Uskup Pentahbis, Mgr. Ewaldus M. Sedu yang telah berkenan menahbiskan 48 Diakon SVD. Di samping itu, mewakili Rektor Seminari Tinggi St. Paulus Ledalero, Pater Yosef Keladu, SVD., ia menyampaikan terima kasih kepada Rektor dan civitas academica IFTK Ledalero yang telah melengkapi para Diakon dengan keterampilan dan pengetahuan.
Sebagai pimpian dalam SVD, ia pun memberi awasan kepada para Diakon agar menjalankan masa Diakonat secara sungguh-sungguh. “Keluhan yang sering terjadi ialah para Diakon SVD terlalu sibuk dengan urusan tahbisan imam sampai mengabaikan pelaksanaan tugas sebagai Diakon. Jangan sampai ruang yang tersedia untuk pelayanan Kristus bagi umat-Nya terabaikan oleh kesibukan-kesibukan yang bisa ditangani oleh pihak lain. Kiranya masa Diakonat ini menjadi masa berahmat sebagai persiapan untuk tahbisan imam dengan hati yang tulus dan dalam suasana kegembiraan,” pesan Pater Frans, SVD.
Seusai perayaan Ekaristi, Uskup Ewaldus bersama para imam dan Diakon baru serta keluarga para Diakon berarak menuju Unit Paulus untuk makan siang. Sementara itu, tamu undangan mencicipi snack sambil menyaksikan pementasan acara panggung yang dibawakan oleh para Frater Seminari Tinggi Ledalero di Aula St. Thomas Aquinas Ledalero.
Untuk diketahui, 48 Diakon SVD yang baru tersebut berasal dari 7 (tujuh) Keuskupan di Indonesia. Pada urutan pertama dan kedua ialah Keuskupan Agung Ende dan Keuskupan Ruteng masing-masing menyumbang 12 dan 11 Diakon. Disusul Keuskupan Atambua di urutan ketiga dengan jumlah 10 Diakon, sedangkan di urutan keempat ialah Keuskupan Larantuka dengan jumlah 8 (delapan) Diakon. Di urutan kelima dengan jumlah 4 (lima) Diakon ialah Keuskupan Maumere, posisi keenam ditempati oleh Keuskupan Agung Kupang dengan jumlah 2 (dua) Diakon, dan di urutan terakhir, ada 1 (satu) Diakon dari Keuskupan Weetebula.
Para Diakon tersebut akan menjalankan praktik Diakonat selama 3 (tiga) bulan di 3 (tiga) keuskupan, yaitu Keuskupan Larantuka, Keuskupan Maumere, dan Keuskupan Agung Ende. Pembagian paroki tempat praktik Diakonat akan ditetapkan oleh Uskup dari 3 (tiga) keuskupan tersebut. Selanjutnya, pada awal Oktober 2024, mereka akan ditahbiskan menjadi imam dalam Gereja Katolik.
Penulis: Fr. Sarnus Joni Harto, SVD
Editor: Fr. Ricky Mantero, SVD
Comments